Toko Sosmed
Klik Di Sini Melihat Koleksi Ebook Karya Arda Dinata Lainnya

A Group Member of:
Toko SosmedToko SosmedToko SosmedWWW.ARDADINATA.COMWWW.ARDADINATA.COMInSanitarianMIQRA INDONESIA


Senandung Kasih di Labirin Kemanusiaan

Makna sejati dari ar-raḥmānir-raḥīm dalam konteks kemanusiaan: kapasitas untuk menghadirkan kasih sayang yang melampaui sekat-sekat identitas, yang membuka ruang bagi kemanusiaan untuk bertumbuh utuh, dan yang menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. (Sumber foto: Arda Dinata).

Oleh: Arda Dinata

INSPIRASI INDRAMAYU"Ketika belas kasih menemukan jalannya di antara duri-duri prasangka, di situlah kita menemukan kembali cahaya kemanusiaan yang nyaris padam."

Kala senja merayap di ufuk barat, seekor pengembala tua menemukan seekor anak serigala terluka di pinggir hutan. Tubuh mungilnya bergetar, matanya nanar menatap si pengembala. Naluri manusia biasa tentu akan menghindari, bahkan mungkin menghabisi makhluk yang selama ini dianggap musuh kawanan dombanya. Namun, si pengembala tua memilih jalan berbeda. Ia membalut luka si anak serigala, memberinya minum, lalu mengembalikannya ke tepi hutan.

Esok harinya, kawanan domba si pengembala diserang sekelompok serigala. Anehnya, tepat ketika seekor serigala besar hendak menerkam si pengembala, anak serigala yang kemarin ia tolong tiba-tiba muncul dan melolong panjang. Seketika, serangan terhenti. Sang serigala besar—yang ternyata induk dari anak serigala tersebut—mundur perlahan, diikuti seluruh kawanannya.

Kisah sederhana ini membisikkan makna ar-raḥmānir-raḥīm—sifat Maha Pengasih lagi Maha Penyayang—yang tidak hanya menjadi asma Allah, tetapi juga nilai yang seharusnya menjadi landasan kemanusiaan kita. Dalam diri si pengembala tua, kasih sayang melampaui batas-batas stereotip dan prasangka. Ia tidak melihat "serigala" sebagai simbol ancaman, melainkan sebagai makhluk hidup yang membutuhkan pertolongan.

Ar-raḥmānir-raḥīm dalam pemahaman spiritual Islam tidak sekadar menggambarkan atribut Ilahi, tetapi juga mengundang manusia untuk merefleksikan dan menginternalisasi sifat tersebut dalam kehidupan. Imam Al-Ghazali dalam kitabnya "Al-Maqshad Al-Asna fi Syarh Asma Allah Al-Husna" menguraikan bahwa rahmat Allah meliputi segala sesuatu tanpa kecuali. Ketika manusia mampu meneladani sifat ini—tentu dengan kapasitas kemanusiaannya—maka ia telah menyerap sebagian kecil dari cahaya sifat-Nya.

Erich Fromm, psikolog humanistik kenamaan, dalam bukunya "The Art of Loving" menyebut bahwa kasih sayang sejati tidak selalu bersifat resiprokal. Ia memberikan tanpa mengharapkan balasan, seperti kasih seorang ibu terhadap anaknya. Inilah manifestasi ar-raḥmān—pemberian kasih yang tidak memandang latar belakang, kondisi, atau potensi balasan. Sementara ar-raḥīm menunjukkan dimensi kasih yang lebih dalam, yang menyentuh esensi kemanusiaan dan membangkitkan sisi terbaik dari yang dikasihi.

Dalam konteks kehidupan sosial kita hari ini, dimensi ar-raḥmānir-raḥīm ini seolah terkikis oleh pragmatisme dan transaksionalisme. Kita dengan mudah memberi label, menghakimi, bahkan menafikan kemanusiaan orang lain yang berbeda dengan kita—entah karena perbedaan pandangan politik, keyakinan agama, status sosial, atau bahkan hanya karena unggahan media sosial.

Kita hidup di era di mana empati menjadi komoditas langka. Kasih sayang diberikan secara selektif, bahkan terkadang menjadi alat untuk mencapai tujuan tertentu. Kita menyaksikan bagaimana figur-figur publik menebar kasih sayang palsu demi popularitas, atau bagaimana institusi-institusi mengeksploitasi sentimen kasih sayang untuk keuntungan material.

Lebih memprihatinkan lagi, kita semakin terbiasa dengan paradoks moral: bersedih melihat penderitaan di layar kaca namun mengabaikan tetangga yang kesusahan; ramai-ramai menggalang bantuan untuk korban bencana di negeri jauh namun acuh terhadap pengemis di perempatan jalan. Dalam kata-kata filsuf Hannah Arendt, kita hidup dalam "banalitas kebaikan"—di mana tindakan baik hanya menjadi rutinitas tanpa makna mendalam.

Viktor Frankl, penyintas kamp konsentrasi Nazi yang kemudian menjadi psikiater terkenal, dalam bukunya "Man's Search for Meaning" menuliskan bagaimana di tengah kekejaman ekstrem sekalipun, masih ada ceruk-ceruk kecil kemanusiaan yang tersisa. Ia menyaksikan bagaimana beberapa tahanan rela berbagi remah roti terakhir mereka dengan sesama yang lebih lemah, atau bagaimana sesekali ada penjaga kamp yang diam-diam menaruh sepotong roti di bawah bantal tahanan.

Frankl menyimpulkan bahwa manusia memiliki "kebebasan terakhir"—kebebasan untuk memilih sikap di tengah situasi apapun. Inilah yang membuat ar-raḥmānir-raḥīm menjadi pilihan moral yang selalu tersedia, bahkan dalam kondisi paling gelap sekalipun.

Pada tingkat personal, merefleksikan sifat ar-raḥmānir-raḥīm meminta kita untuk menghadirkan kepedulian dan kasih sayang dalam setiap interaksi harian. Mengutip Martin Buber, filsuf dialogis, dalam bukunya "I and Thou", hubungan sejati terjadi ketika kita benar-benar hadir dan menghormati keutuhan orang lain, bukan mereduksi mereka menjadi objek atau alat. Inilah esensi dari kasih sayang sejati: mengakui dan menghormati kemanusiaan pihak lain secara utuh.

Dalam dimensi sosial-politik, ar-raḥmānir-raḥīm menuntut kita untuk meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang telah kita normalisasi. Apakah sistem pendidikan kita memfasilitasi tumbuh kembang seluruh anak tanpa kecuali? Apakah sistem ekonomi kita memberi ruang bagi seluruh lapisan masyarakat untuk hidup bermartabat? Apakah sistem hukum kita benar-benar melindungi yang lemah atau justru menjadi alat bagi yang berkuasa?

Para pemikir seperti Martha Nussbaum dan Amartya Sen melalui "Capabilities Approach" menekankan pentingnya kebijakan publik yang memastikan setiap orang memiliki kapasitas dasar untuk hidup bermartabat. Pendekatan ini sejalan dengan spirit ar-raḥmānir-raḥīm: memastikan tak seorang pun tertinggal atau terpinggirkan.

Lebih jauh lagi, sifat ar-raḥmānir-raḥīm juga mengundang kita untuk memikirkan kembali hubungan kita dengan alam semesta. Sebagaimana Allah merahmati seluruh ciptaan-Nya, manusia sebagai khalifah di bumi semestinya juga memperlakukan alam dengan kasih dan kearifan. Thomas Berry, teolog dan ekolog, menyebutnya sebagai "The Great Work"—tugas besar manusia untuk memulihkan hubungan harmonis dengan bumi.

Dalam perspektif spiritual, ar-raḥmānir-raḥīm bukan sekadar konsep teologis, melainkan jalan hidup yang transformatif. Ibnu 'Arabi, sufi besar Andalusia, memandang bahwa seluruh eksistensi pada dasarnya adalah manifestasi dari kasih Ilahi. Dalam karya monumentalnya, "Fusus al-Hikam", ia menyatakan bahwa motivasi penciptaan alam semesta adalah kasih sayang Allah yang ingin dikenal. Dengan demikian, setiap tindakan kasih sayang yang kita lakukan adalah partisipasi dalam arus kasih kosmik yang terus mengalir.

Dalam tradisi tasawuf, kultivasi sifat ar-raḥmānir-raḥīm menjadi salah satu stasiun spiritual (maqam) yang penting. Melalui riyadhah (latihan spiritual) dan mujahadah (perjuangan melawan ego), seseorang berusaha membersihkan hatinya dari kekotoran hasad (iri), kibr (kesombongan), dan bughd (kebencian), sehingga hati menjadi bersih dan mampu merefleksikan sifat-sifat Ilahi, termasuk ar-raḥmānir-raḥīm.

Dalam konteks Indonesia yang plural, internalisasi nilai ar-raḥmānir-raḥīm menjadi sangat relevan. Di tengah tantangan polarisasi sosial-politik dan ancaman ekstremisme, nilai kasih sayang universal ini dapat menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai perbedaan. Gus Dur, dalam pemikirannya tentang "Islam Kosmopolitan", menekankan pentingnya nilai-nilai universal Islam seperti kasih sayang dan keadilan sebagai landasan membangun masyarakat yang inklusif.

Kembali pada kisah si pengembala tua dan anak serigala, kita bisa memaknai bahwa ar-raḥmānir-raḥīm bukan sekadar sikap pasif "tidak menyakiti", melainkan tindakan aktif "merawat" dan "menyembuhkan". Si pengembala tidak hanya menahan diri untuk tidak membunuh anak serigala yang lemah, tetapi juga aktif membalut lukanya dan memberinya minum.

Dalam situasi sosial-politik kita yang seringkali tegang dan penuh curiga, sikap ar-raḥmānir-raḥīm seperti ini sungguh diperlukan. Bukan hanya untuk "tidak saling menyerang", tetapi lebih dari itu: aktif memulihkan luka-luka sosial, menjembatani perbedaan, dan bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik.

Inilah barangkali makna sejati dari ar-raḥmānir-raḥīm dalam konteks kemanusiaan: kapasitas untuk menghadirkan kasih sayang yang melampaui sekat-sekat identitas, yang membuka ruang bagi kemanusiaan untuk bertumbuh utuh, dan yang menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Wallahu a'lam bishawab.

Arda Dinata, adalah Blogger, Peneliti dan Pendiri Majelis Inspirasi MIQRA Indonesia.

Daftar Pustaka:

Al-Ghazali, A. H. (2007). Al-Maqshad Al-Asna fi Syarh Asma Allah Al-Husna. Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah.

Arendt, H. (1963). Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil. New York: Viking Press.

Berry, T. (1999). The Great Work: Our Way into the Future. New York: Bell Tower.

Buber, M. (1970). I and Thou (W. Kaufmann, Trans.). New York: Charles Scribner's Sons.

Frankl, V. E. (2006). Man's Search for Meaning. Boston: Beacon Press.

Fromm, E. (1956). The Art of Loving. New York: Harper & Row.

Ibn 'Arabi, M. (1980). Fusus al-Hikam (A. A. Affifi, Ed.). Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi.

Nussbaum, M. C., & Sen, A. (Eds.). (1993). The Quality of Life. Oxford: Clarendon Press.

Wahid, A. (2007). Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan. Jakarta: The Wahid Institute.

***

Dapatkan Informasi tentang: Dunia INDRAMAYU (wisata, bisnis, budaya, kesehatan, motivasi, wanita, opini, keluarga, dan psikologi) hanya di: https://indramayu.miqraindonesia.com/

Jangan ragu untuk memberikan komentar di bawah artikel ini dan mengikuti kami di saluran WhatsApp "ProduktifMenulis.com (Group)" dengan klik link ini: WhatsApp ProduktifMenulis.com (Group) untuk mendapatkan info artikel terbaru dari website ini.

Arda Dinata adalah Kelahiran Indramayu, sehari-hari sebagai Penulis Aneka Media Online dan Penulis Buku, serta berprofesi sebagai Sanitarian Ahli & Penanggung Jawab Laboratorium Kesehatan Lingkungan, Sekarang Nginep Ning Pangandaran - Jawa Barat.

www.ArdaDinata.com:  | Share, Reference & Education |
| Sumber Berbagi Inspirasi, Ilmu, dan Motivasi Sukses |
Twitter: @ardadinata 
Instagram: @arda.dinata
Telegram: ardadinata

Toko Sosmed
Klik Di Sini Melihat Koleksi Ebook Karya Arda Dinata Lainnya

A Group Member of:
Toko SosmedToko SosmedToko SosmedWWW.ARDADINATA.COMWWW.ARDADINATA.COMInSanitarianMIQRA INDONESIA


BACA ARTIKEL LAINNYA:

Arda Dinata

Arda Dinata is a writer for various online media, lives in Pangandaran - West Java. www.ArdaDinata.com: | Share, Reference & Education | | Source for Sharing Inspiration, Knowledge and Motivation for Success | World of Business, Business, Boss, Rich, Money, Dollars and Success |

Lebih baru Lebih lama