Baca Juga
Orang bijak berbagi ilmu tanpa tarif. Orang bodoh menjual kebodohan dengan harga mahal (Sumber foto: Arda Dinata).
Oleh: Arda Dinata
INSPIRASI - "Zaman dulu orang jualan nasi bungkus dapat untung sedikit. Sekarang jualan informasi bungkus dapat untung berlipat."
JAKARTA - Institut Riset Kebohongan Digital melaporkan penemuan mengejutkan: 73% konten "berbagi ilmu" di media sosial ternyata adalah kemasan ulang informasi gratis dari Wikipedia yang dijual dengan harga premium. Sisanya 27% adalah campuran quotes motivasi palsu, tips sukses yang belum pernah dipraktikkan penjualnya, dan screenshot ChatGPT yang diklaim sebagai "insight eksklusif."
Pak Surya, mantan tukang ojek yang kini menjadi "Mentor Digital Success," bercerita dengan bangga: "Dulu saya bawa orang dari A ke B dapat 10 ribu rupiah. Sekarang saya bawa orang dari kebodohan ke kecerdasan dapat 10 juta rupiah. Modalnya cuma baca-baca artikel gratis, terus saya packaging jadi kursus online."
"Tapi Pak, betul nggak ilmunya?"
"Yang penting customernya puas, Mas. Mereka mau bayar mahal untuk sesuatu yang sebenarnya gratis. Salah mereka apa salah saya?"
Ekonomi Informasi
Dr. Bambang Widjojo, profesor ekonomi digital fiktif dari Universitas Medsos Nusantara, menjelaskan fenomena ini dengan teori "Information Arbitrage Economy." Menurutnya, di era digital ini telah terjadi perpindahan value dari barang fisik ke informasi virtual.
"Dulu orang beli emas karena langka dan berharga. Sekarang orang beli informasi yang dikemas eksklusif padahal bertebaran di mana-mana. Ini seperti jual air putih di tengah hujan dengan label 'premium rain water,'" jelasnya sambil menunjukkan slide PowerPoint yang dia copy dari template gratis.
Yang menarik adalah bagaimana para "knowledge seller" ini menciptakan ilusi kelangkaan informasi. Mereka mengemas informasi yang tersedia bebas menjadi "rahasia sukses," "strategi eksklusif," atau "metode terbukti" dengan harga selangit.
Psikologi Pembeli
Mengapa orang mau membeli informasi yang sebenarnya gratis? Ibu Sari, housewife yang menghabiskan 50 juta rupiah untuk berbagai kursus online dalam setahun, bercerita: "Saya merasa kalau bayar mahal, ilmunya pasti bagus. Kalau gratis kan biasanya murahan."
Inilah paradoks psikologi konsumen modern: semakin mahal harganya, semakin dipercaya kualitasnya. Padahal YouTube penuh dengan tutorial gratis yang jauh lebih berkualitas daripada webinar berbayar yang isinya cuma motivasi klise dan testimoni palsu.
Bisnis Kepercayaan
Sebenarnya yang dijual para "info-preneur" ini bukanlah informasi, melainkan kepercayaan. Mereka menjual harapan bahwa dengan membeli kursus mereka, hidup akan berubah drastis. Seperti dukun modern yang menjual jimat digital.
Strategi marketing mereka pun sangat sistematis: pertama, ciptakan masalah ("Anda miskin karena tidak tahu rahasia orang kaya"), kedua, tawarkan solusi instan ("Dengan metode saya, Anda bisa kaya dalam 30 hari"), ketiga, berikan testimoni palsu ("Siswa saya sudah ada yang beli mobil setelah 2 minggu"), keempat, buat urgency ("Promo ini hanya sampai hari ini").
Korban Berkelas
Yang ironis, korban dari bisnis "jualan informasi" ini justru orang-orang berpendidikan. Mereka yang seharusnya bisa mencari informasi sendiri malah tergiur dengan kemasan mewah dan janji-janji muluk.
Seorang sarjana teknik mengaku sudah mengeluarkan ratusan juta untuk berbagai kursus online: "Saya beli kursus digital marketing, affiliate marketing, crypto trading, forex, properti, sampai bisnis toko online. Tapi sampai sekarang yang untung cuma yang jual kursusnya."
Wisdom Sejati
Ada pelajaran mendalam di balik fenomena ini. Kita hidup di era di mana informasi melimpah ruah, tapi wisdom semakin langka. Orang mudah mendapat data, tapi sulit mendapat kebijaksanaan. Mudah mengakses tutorial, tapi sulit memiliki kesabaran untuk praktek.
Kesuksesan sejati tidak pernah dijual dalam bentuk kursus online. Kesuksesan dibangun melalui kerja keras, konsistensi, kegagalan, pembelajaran, dan waktu yang panjang. Tidak ada shortcut, tidak ada metode instan, tidak ada rahasia yang bisa dibeli dengan kartu kredit.
Yang benar-benar berharga adalah kemampuan untuk membedakan informasi yang berguna dari noise yang menyesatkan, wisdom dari sekadar data, dan realitas dari ilusi marketing.
Maka berhati-hatilah dengan para penjual mimpi digital. Mereka menjual kemudahan di dunia yang inherently sulit, menjual kepastian di dunia yang penuh ketidakpastian, menjual solusi instan untuk masalah yang butuh waktu lama untuk diselesaikan.
Ingatlah pepatah lama yang sudah terbukti: "Ilmu yang bermanfaat itu seperti mata air—mengalir dengan sendirinya untuk semua orang, bukan dijual dalam botol kemasan eksklusif dengan harga premium."
"Orang bijak berbagi ilmu tanpa tarif. Orang bodoh menjual kebodohan dengan harga mahal."
Arda Dinata adalah Kolomnis dan Pendiri MIQRA Indonesia.
Tulisan Arda Dinata lainnya baca di sini: https://blog.ardadinata.com
Agar Saya Terus Berbagi Tulisan | Cerita | Videogram Inspiratif, Donasi Cuan Anda ke sini: 👇😍👇 https://saweria.co/ArdaDinata
Tagar: #ArdaDinata #PenulisKolom #InfoPreneur #DigitalScam #JualanIlmu #KnowledgeBusiness #WisdomVsInformation
Baca Juga
Jangan ragu untuk memberikan komentar di bawah ini dan mengikuti kami di saluran WhatsApp "ProduktifMenulis.com (Group)" dengan klik link ini: WhatsApp ProduktifMenulis.com (Group) untuk mendapatkan info terbaru dari website ini.
Arda Dinata adalah Penulis di Berbagai Media Online dan Penulis Buku, Aktivitas Kesehariannya Membaca dan Menulis, Tinggal di Pangandaran - Jawa Barat.